ARTIKEL BANGUNAN KERATON KASEPUHAN
BANGUNAN KERATON KASEPUHAN
Area utama keraton
Kasepuhan
Area utama keraton Kasepuhan merupakan
area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang
lainnya, antara area utama keraton dengan area Tajug Agung dibatasi tembok dengan gerbang. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu
terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (bahasa Indonesia : guntur). Di
dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di antaranya ;
·
Taman Dewandaru, Taman ini dikenal dengan nama taman Bunderan Dewandaru karena bentuknya yang melingkar,
filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus
mengartikan keseluruhan, nama Dewandaru / Dewadaru yang merupakan bahasa Cirebon dapat diartikan sebagai Pinus Dewadaru dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah Rahwana yang menculik dewi Shinta dan bersembunyi di dalam hutan-hutan
gelap yang banyak ditumbuhi pohon Lodra, Padmaka dan Dewadaru. Di dalam tradisi
hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa
untuk memohon berkah Siwa. Namun dalam
persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah
sebagai sebuah pangeling(bahasa
Indonesia : pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih
tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang
terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko
(lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar
Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan
meriamKi Santomo dan Nyi Santoni
·
Museum Benda Kuno, berbentuk huruf "E" dan
berada di sebelah barat taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno kesultanan Kasepuhan
·
Museum Kereta,berada di sebelah timur taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan
kereta kencana kesultanan Kasepuhan
·
Tugu Manunggal, dikelilingi pot bunga melambangkan
Allah swt yang satu.
·
Lunjuk, berada di sebelah Tugu Manunggal berfungsi melayani tamu dalam mencatat
dan melaporkan urusannya menghadap raja.
·
Sri Manganti, berbentuk bujursangkar, berada di
sebelah tugu manunggal. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, atap berbentuk
joglo dengan genteng dan didukung dengan 4 tiang saka guru, 12 tiang tengah dan
12 tiang luar. Langit-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan
coklat. Bangunan ini berfungsi sesuai dengan namanya yaitu sebagai tempat
menunggu keputusan raja.
·
Bangunan induk keraton, merupakan tempat
Sultan melakukan kegiatan kesultanan.
Bangunan induk keraton
Bangunan Induk keraton, Bangunan induk
keraton merupakan tempat Sultan melakukan kegiatan kesultanan, di dalam
bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, di
antarannya :
·
Kutagara Wadasan, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin
Martawidjaja pada tahun 1678. Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon, gaya Cirebon
tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas
dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai
pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi
bawahan dan rakyatnya.
·
Kuncung, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin
Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir kendaraan sultan.
·
Jinem Pangrawit, berfungsi sebagai tempat Pangeran
Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu, nama Jinem Pangrawit berasal dari kata jinem (bahasa Indonesia : tempat tugas) dan
Pangrawit / Rawit (bahasa Indonesia : kecil dan bagus), berlantai marmer,
dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang
saka guru kayu dengan umpak beton.
·
Gajah Nguling, dibangun oleh Sultan Sepuh IX Radja
Sulaeman pada tahun 1845, yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang
bulat bergaya tuscan. Lantai tegel dan langit-langit
berwarna hijau, sesuai dengan namanya, bentuk ruangan ini mengambil bentuk
gajah yang sedang nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok sehingga ruangan ini tidak
memanjang lurus tapi menyerong dan kemudian menyatu dengan bangsal
Pringgandani, ruangan ini dibuat agar musuh tidak langsung lurus menuju sultan.
·
Bangsal Pringgandani, berada di sebelah selatan ruangan Gajah nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang
berfungsi sebagai tempat menghadap para abdi dan dapat juga dipakai sebagai
tempat sidang warga keraton sewaktu-waktu.
·
Bangsal Prabayasa, berada di selatan bangsal Pringgandani. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar
berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar.
Pada dinding ruangan bangsal Prabayasa juga terdapat relief yang diberi nama Kembang Kanigaran (bahasa Indonesia : lambang kenegaraan) yang dimaksudkan sebagai pangeling (bahasa Indonesia : pengingat)
bahwa Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
·
Bangsal Agung Panembahan, dibangun bersamaan
dengan bangunan keraton sewaktu masih bernama keraton Pakungwati tahun 1529, merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih
tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan.
·
Pungkuran, berasal dari bahasa Cirebon pungkur (bahasa Indonesia : halaman
belakang rumah) merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang keraton.
·
Kaputran, berada di sebelah timur Bangsal Pringgandani, berfungsi sebagai tempat tinggal para putra
·
Kaputren, berada di sebelah barat Bangsal Pringgandani, berfungsi sebagai tempat tinggal para putri yang
belum menikah
·
Dapur Maulud, berada di depan Kaputren (bahasa Indonesia : tempat para
putri) menghadap timur, berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan
Maulid Nabi SAW.
·
Pamburatan, berada di selatan Kaputren. Pamburatan / Burat berasal dari bahasa Cirebon (bahasa Indonesia : membuat boreh
atau bubuk), Pamburatan berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk
kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
Tidak ada komentar: