BATU GILANG, PENANDA ARAH KIBLAT ZAMAN SUNAN GUNUNGJATI
BATU
GILANG, PENANDA ARAH KIBLAT ZAMAN SUNAN GUNUNGJATI
Cirebon -
Cirebon jadi salah satu destinasi wisata religi Ramadan di Jawa Barat. Selain
Makani Sunan Gunungjati, ada juga Museum Keraton Kasepuhan yang punya batu
penanda kiblat.
Sejarah
keraton di Cirebon berkaitan dengan proses syiar Islam di tanah Jawa. Sekitar
abad ke-15, Sunan Gunungjati
menggunakan batu untuk menandai arah kiblat.
Adanya penanda kiblat itu bertujuan
untuk memudahkan masyarakat yang ingin salat, tanpa harus kebingungan mencari
arah kiblat. Salah satu peninggalannya adalah Batu Gilang.
Batu Gilang ini berada di Museum
Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Jawa Barat. Lokasinya berada di sudut ruangan,
berdekatan dengan peralatan gamelan. Cukup mudah menemukannya.
Batu ini berbentuk balok persegi
panjang dengan panjang sekitar dua meter dan lebar 80 sentimeter itu menghadap
ke arah Barat-Timur. Namun, bagian ujung batu yang mengarah ke Barat lebih
runcing dibandingkan arah Timur.
Wakil Kepala Bagian Benda dan
Bangunan Cagar Budaya Keraton Kasepuhan, Raden Muhammad Hafidz Permadi,
mengatakan bagian yang runcing itu merupakan penanda arah kiblat.
Batu gilang, lanjut Hafidz, menjadi
patokan arah kiblat di keluarga Keraton Pakungwati dan masyarakat sekitar.
"Ini sudah ada sejak zaman
Keraton Pakungwati. Sebagai patokan arah kiblat, dulu kan tidak ada kompas dan
sebagainya.
Hafidz mengatakan, posisi batu tak
pernah diubah sejak zaman dulu. Pihak keraton, lanjut dia, sengaja membangun
museum baru dengan mamasukan batu gilang ke dalam museum tersebut tanpa
menggeser posisi batu.
"Dulu posisinya di luar, ya
tetap dirawat dibersihkan. Terus pas bangun museum baru ini diusulkan untuk
masuk ke dalam ruangan," katanya.
Ia mengatakan, sebelumnya batu gilang sempat menjadi benda
yang digandrungi para pengunjung atau peziarah yang datang ke Keraton
Kasepuhan. Menurut Hafidz, sebagian masyarakat ada yang menyakini bahwa yang
bisa memberi hidayah.
i
Kita tidak menganjurkan seperti itu.
Yang seperti itu yang bahaya. Dulu memang banyak yang ngukur pakai jengkal
tangan, kalau pas katanya bisa dikabulkan keinginannya. Sekarang sudah tidak,
Batu Gilang sendiri berada di sudut ruangan Museum
Pusaka dan berdekatan dengan peralatan gamelan.
Para pengunjung pun tidak akan kesulitan menemukannya karena
terdapat papan informasi yang ukurannya cukup besar di belakang batu itu.
"Sunan
Gunungjati telah menggunakan batu itu untuk menandai arah kiblat sejak abad ke- 14,"
Ia mengatakan, batu itu menjadi penunjuk arah kiblat karena di masa itu belum ada kompas atau lainnya.
Karenanya, keberadaan Batu Gilang memudahkan
masyarakat yang ingin salat, tanpa harus kebingungan mencari arah kiblat.
"keluarga
Keraton Pakungwati dan masyarakat menjadikan Batu Gilang sebagai patokan arah
kiblat
"Itu jenisnya batu pualam yang banyak ditemukan di luar
Jawa,"
Tidak ada komentar: